Kamis, 12 Maret 2009

Benteng Kuto Besak Di Palembang

ADA pemandangan baru di tepi Sungai Musi. Setiap sore belasan orang terlihat nongkrong dengan santai di sebuah dermaga beton. Mereka umumnya memegang tangkai pancing, yang kailnya berulang kali terombang-ambing gelombang setiap kali ada ketek (perahu kayu bermesin tempel) melintas.

ANAK-anak kecil dengan riang bermain air di undak-undakan yang ada di bawah dermaga. Meskipun air sungai berwarna coklat itu berbau amis, mereka tampak sangat menikmatinya.
Suasana akan semakin ramai pada akhir pekan. Jika angin sedang kencang, tak sedikit anak muda yang datang ke dermaga itu untuk menaikkan layang-layang. Memancing, bermain air, bermain layangan, atau sekadar melewatkan senja dengan menikmati pemandangan di sekitar Sungai Musi. Itulah aktivitas baru yang bisa dilakukan oleh warga Palembang di dermaga depan Benteng Kuto Besak.
Sebagai sebuah kota, Palembang kenyang dengan begitu banyak julukan. Venesia dari Timur, Kota Seratus Sungai, Bumi Sriwijaya, serta Kota Songket dan Jumputan. Kota tua yang usianya lebih dari tiga abad ini memiliki eksotisme di setiap sudutnya.
Perkampungan warga asli Palembang di tepian Sungai Musi, Jembatan Ampera, dan Masjid Agung adalah beberapa contoh bagian kota yang menjadi landmark, bangunan penanda ciri khas Palembang. Bagi pendatang atau pelancong dari luar Palembang, tempat-tempat itu berpotensi menjadi tujuan wisata kota yang menarik.
Sayangnya, selama ini tempat-tempat itu tidak dikelola dalam satu paket wisata kota yang dikemas secara menarik. Maka, ketika ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) XVI dipastikan bakal digelar di Palembang, pemerintah kota (pemkot) segera menggenjot gagasan untuk menciptakan kawasan rekreasi baru yang mampu merangkum sebagian besar keindahan Kota Palembang.
Kuto Besak adalah bangunan keraton yang pada abad XVIII menjadi pusat Kesultanan Palembang. Keraton yang terletak di tepi Sungai Musi itu dibangun atas prakarsa Sultan Mahmud Bahauddin, cucu dari Sultan Mahmud Badaruddin I, pendiri Kesultanan Palembang. Menandai perannya sebagai sultan ia pindah dari Keraton Kuto Lamo ke Kuto Besak. Belanda menyebut Kuto Besak sebagai nieuwe keraton alias keraton baru.
Berbeda dengan letak keraton lama yang berlokasi di daerah pedalaman, keraton baru berdiri di posisi yang sangat terbuka, strategis, dan sekaligus sangat indah. Posisinya menghadap ke Sungai Musi.
Pada masa itu, Kota Palembang masih dikelilingi oleh anak-anak sungai yang membelah wilayah kota menjadi pulau-pulau. Kuto Besak pun seolah berdiri di atas pulau karena dibatasi oleh Sungai Sekanak di bagian barat, Sungai Tengkuruk di bagian timur, dan Sungai Kapuran di bagian utara.
Pemilihan area di belakang Benteng Kuto Besak yang saat ini ditempati oleh Komando Daerah Militer (Kodam) Sriwijaya bisa dikatakan sebuah keputusan yang sangat pas. Awalnya, kawasan yang diapit oleh dua dermaga angkutan sungai itu terkesan kumuh. Apalagi dengan kehadiran pasar tradisional dan terminal angkutan kota yang ada di kolong Jembatan Ampera.
PEMBANGUNAN dan penataan kawasan di sekitar Plaza Benteng Kuto Besak diproyeksikan akan menjadi tempat hiburan terbuka yang menjual pesona Musi dan bangunan- bangunan bersejarah. Secara teknis, plaza itu dibangun di atas dermaga yang letaknya agak menjorok ke tepi Sungai Musi.
Bentuknya seperti dermaga, luasnya 900 meter persegi. Meskipun belum selesai seluruhnya, wujud dermaga yang proses pembangunannya dimulai sejak tahun 2002 itu sudah terlihat. Lantainya disusun dari bata conblock warna merah.
Untuk melengkapi fungsi dan tampilan plaza tersebut, Pemkot Palembang juga membenahi ruas jalan di depan Benteng Kuto Besak. Jalan aspal yang bolong-bolong dibongkar, diganti dengan jalan conblock. Jika dilihat dari daerah Seberang Ulu atau Jembatan Ampera, pemandangan yang tampak adalah pelataran luas dengan latar belakang deretan pohon palem di halaman Benteng Kuto Besak, dan menara air di Kantor Wali Kota Palembang.
Di kala malam hari, suasana akan terasa lebih dramatis. Cahaya dari deretan lampu- lampu taman menciptakan refleksi warna kuning pada permukaan sungai. "Kalau nanti lampu-lampu di atas Jembatan Ampera sudah dinyalakan, tentu lebih indah lagi," tutur Syarifudin, pegawai di salah satu dinas yang kerap datang ke Dermaga Kuto Besak untuk memancing.
Warga Palembang memang kekurangan ruang publik sebagai tempat rekreasi terbuka. Keberadaan tempat terbuka, seperti taman, semakin terancam derap pembangunan kota. Taman rekreasi di daerah kampus adalah sebuah contoh tempat rekreasi murah meriah bagi masyarakat yang digusur untuk pembangunan pusat perbelanjaan, simbol rekreasi masyarakat urban.
Pemkot Palembang memiliki sejumlah rencana pengembangan untuk mendukung Plaza Benteng Kuto Besak sebagai obyek wisata.
Selain rencana membuka restoran terapung di plaza itu, Pemkot Palembang juga berusaha menghidupkan kembali wisata Sungai Musi. Meskipun ada rencana komersialisasi, Wali Kota Palembang Edy Santana Putra menjanjikan fungsi plaza itu sebagai ruang publik tidak akan tergusur.
Janji itu tentu sangat melegakan karena meskipun belum selesai Plaza Benteng Kuto Besak sudah menjadi nieuwe wisata bagi warga Palembang


Tidak ada komentar: